BREAKING NEWS

Thursday 10 July 2014

Gus Reza M. Syarief: Berkencan dengan Takdir

Gus Muhammad Reza M. Syarief
Penulis buku dan motivator Indonesia, Gus Reza M. Syarief sangat prihatin dengan banyaknya kasus perceraian yang terjadi dalam sebuah rumah tangga.

Walau demikian, kasus tersebut tidak terlepas dari berbagai persoalan yang kompleks di dalam keluarga itu sendiri. Tidak semua keluarga, mengerti dan memahami fungsi dan tugasnya masing-masing.

Meski demikian, ia menawarkan beberapa solusi agar rumah tangga yang tengah dijalani bisa bertahan lama.

Menurut Reza, ada enam model rumah tangga, yakni model hotel, rumah sakit, pasar, kuburan, sekolah, dan masjid. Dalam rumah tangga itu ada sopir dan kernet, ada imam dan makmum.

"Ketika sudah memahami tugas dan fungsinya maka semuanya akan berjalan dengan selaras,” ujar Reza M Syarief ketika mengawali tabligh akbar mengusung tema "Berkencan dengan Takdir" di Masjid Raya Batam, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, (19/10/2007).

Ia menggambarkan rumah tangga model hotel hotel seperti tempat transit atau persinggahan sementara, yakni untuk urusan tiga UR, dapur, kasur dan sumur.

Lebih tegas model ini hanya untuk makan, tidur, dan membuang hajat. Menurutnya, nilai-nilai dalam rumah tangga itu sebagian kecil yang bisa tertunaikan.

“Bisa dibayangkan bagaimana kondisi rumah tangga yang terbangun ketika situasi ini terjadi di dalamnya. Pertengkaran dan ketidakharmonisan akan terus melingkupinya.

Kehancuran sudah pasti akan terjadi pada rumah tangga model ini,” jelas peraih rekor dunia training motivasi terlama 24 jam nonstop di Mercure Hotel Jakarta beberapa waktu lalu.

Mengenai rumah tanga model rumah sakit, di dalamnya terdapat pasien dan dokter yang berlangsung metode balas jasa. Keduanya sama-sama merasa berperan penting.

Dokter merasa berperan penting karena menolong dan mengobati pasien, sehingga tanpa pasien dokter tidak bisa mendapatkan apa-apa.

Dalam rumah tangga tipe ini terdapat sikap saling menonjolkan perannya masing-masing, sehingga tidak ditemukan titik temu dan jauh dari sinergisitas antara keduanya.

Ujung-ujungnya rasa arogan muncul dari masing-masing individu lantaran keduanya saling mengedepankan perannya.

“Misalnya istri berkata kepada suaminya, “Mas itu sangat beruntung menikah dengan saya. Rumah, mobil dan pekerjaan yang mas dapatkan adalah pemberian dari orangtua saya lantaran mas nikah dengan saya”.

Lalu dengan tidak kalah, suami berkata, ”Eh dengar ya, seandainya aku tidak menikahi kamu. Kamu akan menjadi perawan tua yang tidak laku. Dan kamu mestinya bersyukur aku mau menikah dengan kamu.

Dalam rumah tangga ini keributan akan terus terjadi akibat rasa arogan dari masing-masing walaupun hanya bersumber dari masalah dan hal yang kecil,” terangnya menegaskan.

Begitu juga dengan model pasar. Pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Dua karakter yang ada dari masing-masing adalah pembeli yang ingin mendapat harga serendah-rendahnya.

Sedangakan penjual ingin menjual barang untuk memperoleh harga yang setinggi-tingginya. Apabila keduanya saling memberikan definisi harga akan terdengar “pokoknya harga sekian.”

Di sana tidak terdapat titik atau koma sehingga tidak akan pernah bertemu keduanya dan kesepakatan tidak terwujud.

Misalkan saat istri mengatakan, ”Pokoknya aku tidak mau dibatasi, sebagai istri aku tidak mau hanya menjadi ibu rumah tangga, titik.”

Lalu suaminya menjawab, ”Pokoknya selama kamu menjadi istriku, tugas kamu adalah mencuci, mengepel, memasak, membersihkan rumah, dan mengurus anak, itulah tugas kamu sebagai ibu rumah tangga, titik.”

Dalam contoh komunikasi ini maka masing-masing memunculkan egonya, sehingga kata titik adalah tawaran puncak yang menjadi harga mati.

“Keduanya menawarkan pemaksaaan tanpa ada kompromi. Kalau hal ini terjadi maka selamanya keduanya tidak akan pernah terjadi kesepakatan, sebelum kata titik itu diubah dan dilanjutkan dengan satu kalimat penawaran yang lain,” urai Reza.

Selanjutnya rumah tangga model kuburan. Ia menggambarkan suasana yang menonjol dari kuburan adalah sepi, sunyi, tenang dan tidak ada suara.

Rumah tangga model ini sangat jarang terjadi komunikasi di antara penghuninya. Masing-masing diam dalam urusan dan aktivitasnya tanpa punya kepentingan untuk saling berkomunikasi.

“Masing-masing merasa cukup dengan kerja dan kewajibannya tanpa ada hubungan imbal-balik dan membangun komunikasi yang efektif,” sebutnya.

Kemudian yang kelima adalah rumah tangga model sekolah. Di dalam model ini ada tiga akivitas 3A, yaitu asah, asih, dan asuh.

Komitmen bersama antara suami dan istri untuk saling mengasah, mengasih dan mengasuh. Kata saling di sini menunjukkan adanya hubungan dua arah, timbal-balik antara keduanya dan bukan hanya hubungan satu arah.

Reza menterjemahkan mengasah berarti saling menajamkan wawasan. Suami senantiasa memberikan hal-hal baru yang berguna kepada istri.

Dan istri juga berbagi (sharing) pengalaman kepada suami atas pengetahuannya. Sehingga terjadi satu sikap saling melengkapi dan membantu untuk maju.

Begitu juga mengasih adalah hubungan untuk saling perhatian. Mengasuh berarti adanya proses penjagaan dari masing-masing karena ketika telah terjadi proses pernikahan maka sebenarnya terjadi penyatuan antara keduanya.

Apabila satunya terkena aib (cela) maka juga akan berdampak pada pihak yang lain.

Tidak terlewatkan, yang keenam adalah rumah tangga model masjid. Masjid merupakan tempat beribadah. Maka disana terdapat nilai-nilai yang sangat tinggi.

Menurut suami dokter Hilmia itu menerangkan ada empat ciri rumah tangga model masjid. Seperti ketulusan, imam dan makmum, loyalitas, dan salam.

“Ketulusan merupakan penjabaran sebelum keduanya melakukan salat maka harus melakukan wudhu. Pembasuhan muka dan tangan, kaki, kepala, telinga, dan selanjutnya.

Adanya imam dan makmum. Suami adalah imam dan istri serta anak-anaknya adalah makmum. Ketika imam rukuk maka istri dan anak-anaknya juga rukuk bersama,” jelasnya.

Selain itu perlu adanya loyalitas. Sebab dalam hal ini kesetiaan adalah hal yang mutlak dari istri kepada suami dan sebaliknya.

Kemudian salam, artinya salat pasti diakhiri dengan salam. Salam ke kanan dan ke kiri yang berarti keselamatan, ketenangan dan kedamaian senantiasa menghiasi rumah tangga model itu.

“Bukan keresahan, bukan konflik, dan bukan baku hantam jika memilih model masjid. Tipe dan model manakah rumah tangga yang ingin anda bangun?

Pilih dan tentukan sekarang sebelum membina rumah tangga dan komunikasikan dengan calon dari anda,” terang pria yang sudah menerbitkan lebih dari sepuluh buku itu.

Post a Comment

 
Copyright © 2008 Masjid Raya Batam | Supported by: Ini Bukan Sembarang Bekam